Rabu, 05 April 2017

Saat Iri Berteman Gila

Zaman sudah berubah. Begitupun keadaan, kebiasaan hingga makna kata yang diucapkan. Sebut saja kata iri dan gila yang biasanya berkonotasi negatif. Pelakunya dihindari dan sifatnya dijauhi. Namun kini malah sebaliknya. Keduanya bermakna positif, bahkan diperlukan untuk meraih kesuksesan. Kok bisa? Jangan buru-buru. Biar kujelaskan satu per satu.

Pertama, kata iri. Kalau biasanya kata ini dianggap negatif. Bahkan pelakunya dicap berperangai buruk. Maka kini, iri sudah menjadi kata positif. Seseorang dengan mental inilah yang justru dicari. Maksudnya begini. Rasa iri itu timbul setelah melihat orang lain sukses atau lebih baik dari kita. Dalam hal apapun. Menggoda kita untuk menjadi seperti atau lebih baik darinya. Bukankah itu baik?

Bandingkan dengan orang yang tidak terpengaruh sama sekali dengan kesuksesan orang lain. Membaca kisah sukses (success story) orang hebat seperti membaca kertas kosong saja. Tak ada respon hati. Tak ada greget. Apalagi respon aksi. Nihil. Orang sudah sampai di bulan. Sukses dengan karya-karya gemilang. Ia masih saja santai menonton gosip sambil makan gorengan. Baikkah seperti itu? Tentu tidak.

Maka, iri itu baik. Rasa ini dibutuhkan bila seseorang ingin selalu menjadi lebih baik hari demi hari. Iri disini maksudnya adalah belajar dari orang lain yang telah sukses lebih dulu. Apakah iri berarti ingin menghilangkan nikmat yang dimiliki orang lain? Bukan itu maksudnya. Iri yang ini mengarahkan diri untuk berguru pada orang yang di-iri-i. Jangan salah. Islam pun membolehkan ini.

Kedua, kata gila. Jika dulu semua orang hampir dipastikan takut dengan orang gila. Maka kini, orang berlomba-lomba mendekati orang ‘gila’. Berguru pada mereka atau sekadar mengamati aktivitas mereka. Atau bahkan menjadi orang ‘gila’ itu sendiri. Mengapa? Karena kata ini sudah bergeser artinya. Menjadi sangat sangat positif.

Gila diartikan dengan melakukan hal yang tidak biasa alias luar biasa. Ya, luar biasa adalah padanan kata untuk kata gila, sekarang. Coba saja lihat. Bukannya marah, orang malah bangga dan bahagia bila disebut gila. Begitulah, zaman memang sudah berubah. Sepertinya makin edan. Tapi tidak juga. Tergantung bagaimana kau melihatnya saja.

Lakukan hal yang tidak biasa, maka resmilah kau menjadi orang ‘gila’. Jangan terlalu dibawa serius. Karena ini hanyalah tulisan santai. Kalau cap ‘gila’ masih terdengar buruk bagimu, forget it. Aku pun tak mau gila dengan meng’indah’kan makna gila hanya agar kau setuju bahwa gila itu ‘gila’.

Baiklah. Lalu bagaimana bila kata iri dan gila disatukan? Akankah sukses didapatkan? Apakah berarti menuju kemajuan? Yup, benar sekali. Belajar dari orang-orang terbaik dengan melakukan aksi luar biasa akan mengantar pada kesuksesan. In syaa Allah. Berikut penjelasannya.


Saat kau berguru, maka kau akan bersikap hormat. Ketika hal luar biasa yang kau lakukan, tentu hasil usahamu akan maksimal. Maka, iri dan gila ternyata tak seburuk namanya, kan? Bila kau benar-benar kekinian, cobalah terbiasa dengan keduanya. Melangkah bersama ‘iri’ dan ‘gila’ tak ada salahnya. Dan sungguh patut dicoba. Wallahu a’lam

#writetobeuseful

Senin, 03 April 2017

Bershalawatlah untuk Kebaikanmu

Bukan rasul yang butuh dishalawatin, kitalah yang butuh. Karena shalawat itu doa, dan doa akan kembali pada yang mendoakan. Ibaratnya gini, ibarat yang jauuuuhhhhh banget, hanya untuk memudahkan pemahaman. Ada artis keren, main film udah banyak. Jadi bintang iklan udah sering. Ikutan talkshow udah gak keitung. Terus kita endorse tuh artis di hadapan produser. Gak bosan-bosan ngendorse. Saban hari. Berkali-kali. Emang si artis butuh endorse kita? Gak sama sekali. Jadwalnya udah super padat. Produser juga susah ngajak kerjasama. Saking sibuknya. Yang ada, kita yang mengendorse si artis jadi perhatian si produser. "Segitu ngefansnya ya sama artis itu?", gitu kira-kira pikir si produser.

Terus kita dipanggil, diajak ke ruang kerjanya. Ditanyain ini-itu. Akhirnya malah ditawarin jadi pemeran pembantu di sinetron stripingnya. Kesal juga kali si produser didatangin terus. Jadi kita dikasi kesibukan aja biar diam. Eh kalau serius aktingnya, bisa jadi 1-2 tahun setelahnya si artis keren yang malah ngefans sama kita. Gantian doi yang ngendorse kita ke si produser. Aihhh, jadilah si produser satuin kita di film terbarunya, "Endorse Aku, Kau Ku Endorse". 

Balik lagi ke shalawat ya. Jadi gitu, yang butuh shalawat itu kita, bukan rasul. Gak kita doain pun, Rasulullah itu kekasih Allah. Terjamin kebahagiaannya di akhirat kelak. Tapi Allah kasi kita kesempatan untuk mendapat manfaat dari bershalawat. Sering-sering bershalawat, in syaa Allah kita akan dikenali Rasulullah. Kenal baik. Allah pun mencintai kita, karena senantiasa mendoakan kekasihNya. Para malaikat apalagi, bershalawat pula pada kita. Tak henti memohon pada Allah agar semua permohonan kita dikabulkan. Wallahu a'lam.

#writetobeuseful