Sesungguhnya menulis tidak
butuh modal. Ide tulisan bisa digali dari pengalaman pribadi. Sesederhana
apapun hidup seseorang, selalu ada hal menarik yang akan menjadi pelajaran
untuk orang lain. Bila dikemas dengan baik, tulisan berdasarkan pengalaman bisa
menyembuhkan si penulis (dengan mencurahkan isi hati),
dan/atau si pembaca (dengan menginspirasi dan
memotivasi). Sebagai langkah awal, fokuslah menyembuhkan diri
sendiri. Setelah sukses, jangan mau sembuh sendiri. Bagikan tulisan 'obat'mu
pada sebanyak-banyaknya pembaca. Kalau sudah begini, tulisanmu juga bernilai
sedekah. In syaa Allah.
Tulisan yang menyembuhkan adalah tulisan yang hadir dari hati. Jujur dan tidak mengada-ada. Yang hadir dari hati akan sampai pula ke hati. Adakah standar khusus? Tidak. Asal tulisan itu telah terbukti menyembuhkan si penulis, maka tulisan itu in syaa Allah akan menyembuhkan pembacanya. Atau bila si penulis sebenarnya tidak membutuhkan 'obat' itu, tulisan itu akan menyembuhkan bila diniatkan untuk memberi manfaat. Niat menjadi sangat penting karena akan berdampak pada kesan yang diciptakan. Kesan menggurui misalnya, hanya akan tampak bila ada kesombongan di hati. Menempatkan diri sebagai pembaca juga dapat menghilangkan kesan itu.
Tulisan-tulisan itu awalnya memang tak punya
fokus. Karena sifatnya menulis apa saja yang dirasa. Tapi bila tulisan yang
dihasilkan telah cukup banyak, kita akan menemukan benang merahnya.
Selanjutnya, kumpulan tulisan itu bisa kita naik kelaskan menjadi buku. Jangan mundur hanya karena merasa tak ada
kesuksesan yang bisa dituliskan. Kita bahkan bisa menuliskan kegagalan untuk
menjadi pelajaran. Perkaya tulisan dengan menyampaikan penyebab kegagalan dan
solusi mengatasinya. In syaa Allah tulisanmu bermanfaat. Bagaimana dengan pemilihan diksi? Tenang. Kemampuan itu akan terasah dengan banyak menulis. Yang penting luruskan niat dulu, karena ia umpama ruh bagi tulisan. Mulai dari manfaat, lalu poles sana-sini dengan diksi yang tepat.
Menulis sebagai Terapi Jiwa
Kamu tentu masih ingat film Habibie&Ainun
yang diangkat dari kisah nyata. Pak Habibie menuliskan ceritanya sebagai terapi
jiwa. "Emang pak Habibie kenapa?" Setelah bu Ainun meninggal dunia,
pak Habibie bukan lagi orang yang sama. Hatinya rapuh. Dokter memvonisnya
menderita psikosomatis malignant. Beliau diberi 4 pilihan. Dirawat di rumah
sakit jiwa, dirawat di rumah oleh tim medis Indonesia-Jerman, curhat kepada
orang-orang terdekat, atau menulis. Pilihan keempat dipilihnya. Setelah menjadi
tulisan, kisahnya justru menyembuhkan banyak pembaca. Banyak jiwa yang 'sembuh'
dengan membaca tulisannya.
Ngartis Berbekal Curhat
Siapa tak kenal Raditya Dika? Komedian yang sukses
dari tulisan-tulisan curhatnya yang dibukukan dan difilmkan. Seperti tak masuk
akal, tapi kesuksesan memang diraihnya dari menulis curhatan. Sekarang Radit
resmi bergelar penulis best seller nasional dan juga pemain film. Keren gak
tuh? Dan semua bermula dari curhat di atas kertas.
Semua Bisa Menulis
Mungkin pak Habibie dan Raditya Dika dirasa
terlalu jauh. Terkenal sih, tapi gak kenal. Makanya, mari menulis dan jadilah terkenal lewat tulisan. Caranya? Mulailah menulis dari hati. Kisahkah pengalaman hidupmu dan niatkan untuk menyembuhkan. Lalu, bagikan kisahmu ke sebanyak-banyaknya pembaca. Jangan lupa, belajarlah dari kisah orang lain dengan banyak membaca. Dikenal karena tulisan yang menyembuhkan tentu membahagiakan. Bahagianya lagi, kau pun akan terkenal di antara makhluk langit (malaikat) karena tulisanmu bernilai kebaikan. Malaikat takkan sibuk hanya membicangkanmu. Mereka akan senantiasa mendoakanmu. Wallahu a'lam.
Saatnya menjadi penulis yang juga dokter. What
Amazing You.
(Disarikan dari diskusi KOUF pertama alumni 30DWC jilid 3. Senin, 20 Februari 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar