Bagaimana rasanya dimarahi, atau bahasa Medannya, kena marah? Pasti tidak enak. Buatku pribadi, kena marah adalah hal yang paling memuakkan. Paling kubenci. Kalau kata orang, menunggu adalah hal paling membosankan, buatku, kena marahlah yang paling membosankan. Kalau harus menunggu, aku akan mengisi waktu dengan banyak hal seperti membaca, menulis atau menonton video di YouTube.
Tapi kalau kena marah, apapun tidak enak. Salah-salah, kena marahnya malah jadi double karena sambil membaca, menulis atau menonton YouTube. Begitulah, kena marah tetap saja lebih membosankan dibanding menunggu. Belum lagi, lagi-lagi menurutku, kena marah itu seperti dicederai harga diri ini, apalagi kalau di depan orang banyak. Benar-benar tidak enak rasanya.
Walau begitu, kena marah adalah hal biasa dan wajar. Semua orang pasti pernah kena marah, dengan level yang berbeda-beda tentunya. Lagipula, kita tidak bisa mengatur orang untuk tidak marah. Yang penting, jangan memancing kemarahan orang. Kalau kena marah boleh-boleh saja, marah boleh tidak? Dengan tegas kujawab, "Tidak".
Sudah tahu tidak enaknya kena marah, masih mau marahin orang? Semakin sering kena marah, harusnya semakin tau tidak enaknya kena marah, jadi semakin peduli sama perasaan orang yang juga tidak mau kena marah. Kalau kita tidak mau dimarahi, maka jangan pula memarahi. Ikhtiar kita menjaga lisan untuk tidak marah akan berbuah tutur kata indah orang lain pada kita. In Syaa Allah.
Dari tadi kataku-kataku, opiniku, selalu menurutku. Sekarang kata Rasulullah saw, "laa taghdhob wa laka al-jannah, laa taghdhob wa laka al-jannah". "Jangan marah, maka bagimu surga, jangan marah, maka bagimu surga". Pesan yang disampaikan beliau sampai dua kali tentu bermakna pentingnya hal tersebut untuk diperhatikan. Dan tidak tanggung-tanggung, mereka yang tidak marah akan mendapat surga.
Kok bisa, karena tidak marah, seseorang diberi surga? Bisalah, karena menahan marah itu ternyata sangatlah sulit. Butuh perjuangan hati. Bahkan disebutkan dalam hadits lain, "Orang yang kuat bukanlah yang bisa mengalahkan (menang bertarung dengan) orang lain, namun yang kuat adalah yang dapat menahan marah di saat ia sebenarnya bisa marah".
Di saat ia sebenarnya bisa marah, maksudnya apa? Bukannya semua orang bisa marah? Nyatanya, tidak semua orang bisa melampiaskan kemarahannya karena alasan-alasan tertentu. Coba perhatikan dua contoh kasus berikut.
Kasus pertama. Ada seorang bos yang dibuat jengkel oleh bawahannya, sebut saja office boy, yang menumpahkan minuman ke kertas kerjanya. Bisakah si bos marah? Tentu saja bisa. OB itu adalah bawahannya, dialah yang menggaji, dan jelas-jelas OB itu bersalah. Kalau dia mau marah, dia bisa saja marah. Pilihan ada di tangannya. Tapi karena Allah (lillahi ta'ala), ditahannya amarahnya karena tidak ingin mendzolimi hamba Allah yaitu si OB, dan ia paham bahwa kalau ia mampu menahan marahnya, maka ia sedang menjalankan sunnah rosul. Lalu bagaimana dengan orang yang dalam keadaan tidak bisa marah, bisa beri contohnya? Baiklah, ini...
Kasus kedua. Seorang OB sedang bekerja dengan baik, sambil berzikir malah. Tiba-tiba saat ia sedang mengepel lantai, bosnya masuk tanpa salam dan mengotori lantai dengan sepatunya. Si bos yang sedang bermasalah ini kesal melihat lantai yang sedang dipel. Dengan penuh kemarahan, si bos memaki OB tersebut dan menumpahkan sumpah serapah. Bisakah si OB marah meski ia tidak salah? Tidak, ia justru tertunduk membisu. Menerima kenyataan kena marah oleh bos yang jelas-jelas salah. Alasannya, karena yang marah adalah atasannya. Dia khawatir akan berdampak pada gajinya, atau mungkin saja terancam dipecat jika balik marah.
Dari dua kisah di atas, jelas menahan marah akan lebih sulit bila kita di posisi bisa, boleh, atau berhak dan wajar marah. Sebaliknya, bila keadaan memang tidak memungkinkan kita untuk marah, tentu lain ceritanya. Karena sesungguhnya, tidak ada perjuangan di sana. Terlepas dari bisa tidaknya seseorang marah, aku yakin tidak ada seorangpun yang suka kena marah.
Meski aku paling benci kena marah, tapi terkadang hal itu juga tidak bisa dihindari, maka sebaiknya dinikmati saja. Yang bisa dihindari, ya dihindari. Yang tidak terelakkan, ya dinikmati. Akhirnya, bila diterima dengan ikhlas, kena marah bisa nikmat juga ternyata. So, enjoy your life, every part of it, termasuk kena marah. Tapi selalu camkan di hati untuk tidak marah, karena balasannya adalah jannah.
#30DWCHari9
Tidak ada komentar:
Posting Komentar