Dua hari lalu adalah 22 Desember. Hari ibu. Tapi bagiku, setiap hari adalah hari ibu. Tak lengkap hari tanpa mamak, begitu aku memanggil ibuku. Selalu terasa kurang bila sehari tak bersamanya; berbincang, boncengan naik kereta (sepeda motor), makan bersama, atau sekedar bertelepon saat sedang berjauhan. SMS-an tak pernah cukup kurasa, selalu ingin kudengar suaranya. Akan kupastikan nada suaranya menyiratkan bahagianya. Tak ada bahagia kurasa bila mamak tak bahagia.
Sedih yang kurasa mungkin menyiksaku. Tapi nyatanya, mamaklah yang paling menderita. Muka suramku membuatnya khawatir tak karuan. Lukaku telah sembuh, namun khawatirnya masih saja bersisa. Saat bahagia menyapaku, mamaklah yang paling berbunga-bunga. Wajah cerianya menyiratkan cinta yang tak terlukis untukku. Senyumku bagaikan madu baginya; manis dan menyehatkan jiwa.
Mamakku..tak pernah terlewat satu hari tanpa doa panjangnya untukku. Waktunya seakan habis untuk mendoakanku. Memohonkan kebaikan untukku. Bahagianya bahkan luput dari daftar doanya. Tak ada keinginannya, selain melihatku bahagia.
Seperti orang yang kekenyangan setelah disuguhi banyak makanan, begitulah aku memaknai doa mamak untukku. Tak butuh doanya bukan berarti aku tak mau didoakan lagi, tapi karena aku telah dibuat kenyang dengan doa-doa panjangnya untukku. Sebelum kuminta, mamak sudah memberi doa dan cintanya tanpa terbendung banyaknya.
Cintaku pada mamak mungkin takkan pernah bisa menyamai cinta mamak padaku, namun aku juga ingin mencinta. Mengucapkan selamat hari ibu bukanlah budaya di keluargaku, tapi berjuta doa kupanjatkan untuk mamak. Semua mimpi dan cita-citaku, kuikrarkan sebagai jalan membahagiakannya. Karena mamaklah yang paling berhak kubahagiakan dari siapapun di dunia ini.
Pada Allah selalu kumohon agar memberiku kemampuan dan kesempatan membahagiakan mamak. Memberi kami waktu panjang untuk bersama dalam bahagia. In syaa Allah.
#30DWCDay24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar